TEMPO.CO, Depok -Wali Kota Depok, Mohammad Idris mengatakan jika pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB ingin kondusif, satu kelurahan harus memiliki satu sekolah.
“Yang dilakukan adalah kita harus mendesak pembangunan SMA di setiap kelurahan,” kata Idris di Balaikota Depok, Kamis 20 Juni 2019.
Baca : PPDB SMA Tahun 2019 Gaduh, Ini Kata Wali Kota Depok
Idris mengatakan, jika pendidikan dijadikan skala prioritas dalam penggunaan anggaran, maka pembangunan sekolah tersebut dapat dilakukan. “Anggaran kurang itu alasan klasik, kalau pendidikan dianggap prioritas, ini bisa dilakukan,” kata Idris.
Jika tidak begitu, lanjut Idris, pemerintah tidak bisa memaksakan untuk melakukan sistem PPDB dengan melihat jarak.
“Terus bagaimana dengan siswa yang jauh dari sekolah, contoh warga di Jatimulya dan Pasir Gunung Selatan, dia nggak akan bisa diterima masuk ke sekolah negeri, kalau acuan zona murninya hanya jarak,” kata Idris.
Padahal, lanjut Idris, banyak siswa yang jauh dari sekolah tersebut memiliki nilai UN yang tinggi. “Siswa berprestasi ini mau diapakan,” kata Idris.
Selain itu, pemerintah dapat juga dapat tetap melaksanakan PPDB dengan sistem zonasi tanpa membangun sekolah, yakni dengan menghapuskan Ujian Nasional. “Seperti yang pernah saya katakan kita obyektif, udah nggak usah pake UN,” kata Idris.
Baca : Efek Zonasi PPDB, Banyak Orang Tua Memanipulasi Domisili Anaknya
Idris mengatakan, sebagai evaluasi pihaknya mengaku telah berkoordinasi dengan beberapa walikota dan kepala daerah se Jawa Barat untuk reinterpretasi soal zonasi murni tersebut.
“Beberapa wali kota di Jawa Barat sudah kontak ke saya, dan kita harus usul ke Gubernur untuk kita reinterpretasi. Nantinya gubernur ini kita minta konsultasi ke kementerian, ini (mekanisme PPDB) seperti apa,” kata Idris. Diketahui saat ini dari total 63 kelurahan di 11 Kecamatan, Kota Depok baru memiliki 13 SMA Negeri. Sekolah tersebut pun tidak tersebar merata pada masing-masing kecamatan.